aminherwansyah

Iklim Lingkungan Belajar 1

Blog Amin Herwansyah | 6 Juli 2024
Iklim Lingkungan Belajar 1

Beberapa aspek penting yang membentuk iklim sekolah, yaitu: 
  1. Konsep Iklim Lingkugan Belajar: Sekolah sebagai sebuah ekosistem yang memiliki pengaruh penting terhadap proses belajar mengajar dan perkembangan murid secara keseluruhan.
  2. Hubungan Sosial: Kualitas interaksi antara guru dan murid, murid dan murid, serta keterlibatan orang tua dalam kehidupan sekolah.
  3. Keamanan dan Kenyamanan: Rasa aman secara fisik dan emosional bagi semua siswa, serta kondisi fisik sekolah yang menunjang pembelajaran.
  4. Lingkungan Belajar: Kualitas pengajaran, motivasi belajar siswa, dan kesempatan belajar yang tersedia bagi semua siswa.
  5. Kepemimpinan Sekolah: Kebijakan dan prosedur sekolah yang adil dan konsisten, visi dan misi sekolah yang jelas dan terimplementasi dengan baik.
  6. Kesejahteraan dan Dukungan: Program kesejahteraan murid, dukungan untuk siswa dengan kebutuhan khusus, dan budaya sekolah yang positif.
  7. Budaya Sekolah yang Kuat dan Berkelanjutan: Budaya sekolah sebagai elemen penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan suportif bagi semua murid
1). Konsep Iklim Lingkugan Belajar
Lingkungan sekolah bukan hanya sebatas ruang kelas dan fasilitas fisik, melainkan sebuah ekosistem yang kompleks dengan pengaruh signifikan terhadap proses belajar mengajar dan perkembangan siswa secara keseluruhan. Albert Bandura, pakar psikologi sosial, menekankan peran penting pembelajaran melalui observasi, imitasi, dan modeling dalam perkembangan individu. Iklim sekolah yang positif menjadi wadah ideal bagi siswa untuk mengamati dan meniru perilaku positif dari guru dan teman sebaya, yang berdampak positif pada sikap, nilai, dan perilaku mereka.

Dalam konteks ini, terdapat beberapa model teori iklim sekolah yang berbeda, namum model yang paling umum digunakan adalah model ekologis yang dikembangkan oleh Kurt Luwin.  

Model ini menggambarkan iklim sekolah sebagai sebuah sistem yang kompleks yang terdiri dari beberapa tingkatan yang saling terkait, yaitu:
  • Tingkat individu: Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu siswa, seperti kepribadian, latar belakang, dan motivasi. Setiap siswa membawa keunikan pribadi yang memengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan belajar mereka.
  • Tingkat kelompok: Faktor-faktor yang berkaitan dengan kelompok siswa, seperti kelas, tim, dan kelompok sosial. Interaksi dalam kelompok ini membentuk dinamika sosial yang dapat mendukung atau menghambat proses belajar  
  • Tingkat organisasi: Faktor-faktor yang berkaitan dengan organisasi sekolah, seperti struktur, kebijakan, dan budaya. Struktur organisasi dan kebijakan sekolah menciptakan kerangka kerja di mana proses belajar mengajar terjadi, sedangkan budaya sekolah memengaruhi nilai-nilai dan norma-norma yang diterapkan di sekolah.
  • Tingkat lingkungan: faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan eksternal sekolah, seperti komunitas, budaya lokal, dan kebijakan pemerintah. Lingkungan eksternal ini memberikan konteks yang lebih luas di mana sekolah beroperasi dan dapat mempengaruhi sumber daya serta dukungan yang tersedia bagi sekolah.
2).Membangun  Hubungan Sosial yang Positif di Sekolah
Hubungan sosial yang baik dalam ekosistem sekolah harus mencerminkan sikap saling menghargai keberagaman. Setiap individu di sekolah memiliki latar belakang, budaya, dan pandangan yang berbeda. Menghargai keberagaman ini berarti mengakui dan menerima perbedaan tersebut sebagai bagian yang memperkaya komunitas sekolah. Ketika siswa melihat bahwa perbedaan mereka dihargai, mereka merasa lebih diterima dan termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar.

1.Mengenali Keberagaman
Penting bagi setiap anggota sekolah untuk mengenali keberagaman yang ada. Ini melibatkan memahami berbagai latar belakang budaya, agama, dan sosial yang ada di sekolah. Guru dan siswa perlu diberikan kesempatan untuk belajar tentang satu sama lain melalui berbagai aktivitas dan diskusi. Dengan mengenali keberagaman, sekolah dapat mengembangkan program yang inklusif dan kegiatan yang mencerminkan pluralitas komunitasnya, sehingga setiap individu merasa dilihat dan dihargai.

2.Membangun Sikap Menghargai Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah bagian penting dari lingkungan belajar yang inklusif. Dalam interaksi sehari-hari di sekolah, penting untuk memastikan bahwa semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, diperlakukan dengan adil dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Guru dan staf sekolah perlu memberikan contoh sikap menghargai kesetaraan gender, dengan memastikan bahwa tidak ada diskriminasi atau bias gender dalam perlakuan terhadap siswa. Ini juga bisa dilakukan dengan mengadakan diskusi dan pendidikan tentang pentingnya kesetaraan gender, sehingga siswa belajar untuk menghargai satu sama lain tanpa memandang gender.

3.Integrasi dalam Kualitas Hubungan
Kualitas hubungan sosial di sekolah sangat dipengaruhi oleh bagaimana sikap menghargai keberagaman, mengenali keberagaman, dan menghargai kesetaraan gender diintegrasikan dalam interaksi sehari-hari. Ketika semua elemen dalam ekosistem sekolah bekerja sama dengan sikap saling menghormati dan menghargai, mereka menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan berkarya. Rasa aman dan nyaman yang tercipta akan mendorong siswa untuk lebih aktif berpartisipasi dan mencapai potensi penuh mereka.

Dengan demikian, sikap menghargai keberagaman, mengenali keberagaman, dan membangun sikap menghargai kesetaraan gender bukan hanya elemen tambahan, tetapi fondasi penting dalam menciptakan hubungan sosial yang kuat dan berkualitas di sekolah.

Membangun hubungan sosial yang positif di sekolah merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan mendukung perkembangan optimal murid. Hubungan sosial yang positif dapat terjalin melalui berbagai interaksi, termasuk:
  • Interaksi Guru-Murid: Kualitas hubungan antara guru dan siswa, termasuk rasa saling menghormati dan komunikasi yang efektif.
  • Interaksi Murid-Murid: Hubungan antar siswa, termasuk kerja sama, dukungan sosial, dan rasa saling menghargai.
  • Partisipasi Orang Tua: Tingkat keterlibatan orang tua dalam kegiatan sekolah dan komunikasi dengan guru serta staf sekolah.
Berikut beberapa teori psikolog yang memberikan landasan untuk membangun hubungan sosial yang positif di sekolah:
  1. Teori Sistem Ekologis (Urie Bronfenbrenner). Teori Bronfenbrenner menjelaskan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh berbagai sistem lingkungan yang saling berinteraksi, termasuk keluarga, sekolah, dan komunitas. Sekolah, termasuk dalam mesosystem, di mana interaksi antara siswa, guru, dan staf sekolah memainkan peran penting dalam perkembangan sosial dan akademis siswa.
  2. Teori Kebutuhan Dasar Manusia (Maslow). Menurut Maslow, manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi secara hierarkis. Kebutuhan fisiologis seperti makanan, air, dan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar yang paling penting. Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia kemudian akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini memiliki implikasi penting dalam membangun hubungan sosial di sekolah. Guru dan staf sekolah perlu memastikan bahwa kebutuhan dasar siswa terpenuhi terlebih dahulu, seperti menyediakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman, akses terhadap makanan dan minuman, serta dukungan emosional. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, siswa akan lebih siap untuk terlibat dalam membangun hubungan sosial yang positif dengan orang lain.
  3. Teori Keterikatan (Bowlby & Ainsworth). Teori keterikatan menjelaskan bagaimana hubungan awal antara anak dan pengasuhnya mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional mereka di kemudian hari. Anak-anak yang memiliki hubungan keterikatan yang aman dengan pengasuhnya cenderung memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi, serta kemampuan untuk membangun hubungan sosial yang positif dengan orang lain. Teori ini memberikan panduan bagi guru dan orang tua dalam membangun hubungan yang positif dengan siswa. Guru dan orang tua perlu menunjukkan rasa kasih sayang, perhatian, dan dukungan kepada siswa. Mereka juga perlu menciptakan lingkungan yang konsisten dan aman, di mana siswa merasa diterima dan dihargai.
  4. Teori Moral (Kohlberg). Kohlberg mengemukakan enam tahap perkembangan moral yang dilalui manusia. Pada setiap tahap, individu memiliki pemahaman yang berbeda tentang moralitas dan bagaimana mereka harus berperilaku. Perkembangan moral individu dipengaruhi oleh interaksi sosial mereka dengan orang lain. Teori Kohlberg memberikan panduan bagi guru dalam membantu siswa untuk mengembangkan moralitas mereka. Guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk diskusi dan refleksi moral. Guru juga perlu memberikan contoh yang baik tentang bagaimana berperilaku secara moral.
  5. Teori Pembelajaran Sosial (Bandura). Teori pembelajaran sosial menjelaskan bahwa manusia belajar melalui observasi dan peniruan. Orang-orang belajar dengan mengamati perilaku orang lain dan meniru perilaku yang mereka anggap bermanfaat atau menguntungkan. Teori ini memiliki implikasi penting dalam membangun hubungan sosial di sekolah. Guru dan orang tua perlu menjadi contoh yang baik bagi siswa dalam membangun hubungan sosial yang positif. Guru dan orang tua juga perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan orang lain yang memiliki hubungan sosial yang positif.
3). Keamanan dan Kenyamanan di Sekolah
Sekolah merupakan tempat bagi murid untuk belajar, tumbuh, dan berkembang. Di lingkungan yang aman dan nyaman, murid merasa bebas untuk mengeksplorasi potensi mereka, berinteraksi dengan teman sebaya, dan fokus pada pembelajaran tanpa rasa cemas atau takut.

Keamanan dan Kenyamanan di Sekolah
Keamanan dan kenyamanan di sekolah bukan hanya sebatas keamanan fisik, tetapi juga mencakup keamanan emosional dan kondisi fisik sekolah yang baik. Berikut adalah elaborasi lebih lanjut mengenai tiga aspek penting ini:

1. Keamanan Fisik
Keamanan fisik di sekolah mencakup perlindungan dari bahaya fisik dan lingkungan yang berisiko. Ini melibatkan infrastruktur yang aman, seperti bangunan yang kokoh, fasilitas yang memadai, dan peralatan yang berfungsi dengan baik. Sekolah juga harus memiliki prosedur keselamatan yang jelas, termasuk rencana evakuasi darurat dan penanganan situasi krisis. Lingkungan fisik yang aman memberikan rasa tenang kepada murid dan orang tua, memungkinkan siswa untuk belajar tanpa khawatir akan keselamatan mereka.

2. Keamanan Emosional
Keamanan emosional adalah aspek krusial yang sering kali terlupakan. Ini berarti menciptakan suasana di mana murid merasa dihargai, didukung, dan bebas dari intimidasi atau bullying. Guru dan staf sekolah harus peka terhadap kebutuhan emosional murid dan siap memberikan dukungan ketika dibutuhkan. Ketika murid merasa aman secara emosional, mereka lebih cenderung untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah dan menunjukkan kinerja akademik yang lebih baik.

3. Kondisi Fisik Sekolah yang Baik
Kondisi fisik sekolah yang baik juga sangat berpengaruh terhadap kenyamanan belajar. Ini mencakup ruang kelas yang bersih, fasilitas yang memadai seperti toilet, kantin, perpustakaan, serta area bermain yang aman. Pencahayaan yang baik, ventilasi yang memadai, dan kebersihan lingkungan sekolah semuanya berkontribusi pada suasana yang kondusif untuk belajar. Ketika kondisi fisik sekolah terjaga dengan baik, murid dapat belajar dalam lingkungan yang sehat dan menyenangkan.

Membangun sekolah yang aman dan nyaman merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendukung perkembangan optimal murid. Keamanan dan kenyamanan di sekolah bukan hanya sebatas keamanan fisik, tetapi juga mencakup keamanan emosional dan kondisi fisik sekolah yang baik.  Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi proses belajar mengajar dan perkembangan murid secara keseluruhan.

Berikut beberapa teori psikologi yang memberikan landasan kuat untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan di sekolah:
  1. Teori Emosi Meyer dan Turner mengemukakan bahwa emosi yang dialami siswa dalam lingkungan belajar mempengaruhi motivasi mereka. Iklim sekolah yang positif membantu menciptakan emosi positif seperti rasa percaya diri dan minat, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi dan keterlibatan dalam pembelajaran.
  2. Teori Psikososial Erikson (Erikson) mengemukakan delapan tahap perkembangan psikososial yang harus dilalui manusia sepanjang hidupnya. Pada setiap tahap, individu dihadapkan pada krisis psikososial yang harus diselesaikan. Keberhasilan dalam menyelesaikan krisis psikososial akan mengantarkan individu pada perkembangan yang sehat, sedangkan kegagalan dalam menyelesaikan krisis psikososial dapat mengakibatkan masalah dalam perkembangan selanjutnya.
  3. Teori Erikson memiliki implikasi penting dalam memahami bagaimana siswa membangun rasa aman dan nyaman di sekolah. Guru dan orang tua perlu memahami tahap perkembangan psikososial yang sedang dilalui siswa dan memberikan dukungan yang sesuai. Misalnya, pada tahap usia sekolah dasar, siswa sedang bergulat dengan krisis inisiatif vs rasa bersalah. Guru dan orang tua perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil inisiatif dan mencoba hal-hal baru, serta membantu mereka untuk mengatasi rasa bersalah jika mereka gagal.
  4. Teori Moral (Kohlberg) mengemukakan enam tahap perkembangan moral yang dilalui manusia. Pada setiap tahap, individu memiliki pemahaman yang berbeda tentang moralitas dan bagaimana mereka harus berperilaku. Perkembangan moral individu dipengaruhi oleh interaksi sosial mereka dengan orang lain. Teori ini memberikan panduan bagi guru dalam membantu siswa untuk mengembangkan moralitas mereka. Guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk diskusi dan refleksi moral. Guru juga perlu memberikan contoh yang baik tentang bagaimana berperilaku secara moral.
4). Mengembangkan Lingkungan Belajar yang Positif
Sekolah merupakan tempat bagi murid untuk belajar dan mengembangkan potensi mereka. Di lingkungan belajar yang positif, murid akan merasa termotivasi untuk belajar, terlibat aktif dalam pembelajaran, dan mencapai prestasi yang optimal.

Lingkungan belajar yang positif bukan hanya sebatas kualitas pengajaran yang baik, tetapi juga mencakup motivasi belajar murid yang tinggi dan kesempatan belajar yang luas. Mari kita elaborasi lebih lanjut mengenai beberapa elemen penting yang menciptakan lingkungan belajar yang positif dan bagaimana hal ini dapat difasilitasi melalui kegiatan yang inklusif untuk peserta didik dengan kebutuhan yang beragam.

1. Kualitas Pengajaran yang Baik
Kualitas pengajaran adalah fondasi dari lingkungan belajar yang positif. Guru yang terampil, berpengetahuan luas, dan mampu menyampaikan materi dengan cara yang menarik akan membuat murid lebih mudah memahami dan menguasai pelajaran. Namun, kualitas pengajaran juga mencakup pendekatan yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan individu murid. Ini berarti guru harus siap menggunakan berbagai metode pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar yang berbeda dan kebutuhan khusus dari setiap murid.

2. Motivasi Belajar Murid yang Tinggi
Motivasi belajar yang tinggi pada murid merupakan indikator penting dari lingkungan belajar yang positif. Ketika murid merasa termotivasi, mereka lebih cenderung untuk berpartisipasi aktif dalam kelas, menyelesaikan tugas dengan baik, dan mengejar prestasi akademik yang lebih tinggi. Guru dapat meningkatkan motivasi murid dengan memberikan umpan balik yang konstruktif, memfasilitasi pembelajaran yang relevan dengan minat murid, dan menciptakan suasana kelas yang mendukung dan menghargai setiap usaha murid.

3. Kesempatan Belajar yang Luas
Kesempatan belajar yang luas berarti memberikan akses yang adil dan setara kepada semua murid untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Ini termasuk menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler, proyek-proyek kelompok, dan sumber daya tambahan yang mendukung proses pembelajaran. Dalam konteks peserta didik dengan kebutuhan yang beragam, sekolah perlu mengimplementasikan strategi pembelajaran yang inklusif dan memperhatikan kebutuhan khusus setiap murid.

Membangun lingkungan akademis yang positif merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan sekolah yang efektif dan mendukung perkembangan optimal murid.  Lingkungan positif ditandai dengan kualitas pengajaran yang baik, motivasi belajar yang tinggi, dan kesempatan belajar yang luas.  

Lingkungan Akademis:
  • Kualitas Pengajaran: Efektivitas dan profesionalisme guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
  • Motivasi Belajar Siswa: Tingkat antusiasme dan minat siswa dalam belajar serta mencapai prestasi akademis.
  • Kesempatan Belajar: Akses siswa terhadap berbagai sumber daya pendidikan dan kesempatan untuk berkembang
Berikut beberapa teori psikologi dan pendidikan yang memberikan landasan kuat untuk menciptakan lingkungan akademis yang positif: 

Teori Motivasi:

Teori motivasi menjelaskan faktor-faktor yang mendorong dan mengarahkan perilaku manusia. Beberapa teori motivasi yang relevan dengan pendidikan meliputi:
  • Teori Kebutuhan: Teori ini menyatakan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti kebutuhan akan rasa aman, cinta, dan harga diri. Lingkungan akademis yang positif harus memenuhi kebutuhan dasar siswa agar mereka dapat merasa termotivasi untuk belajar.
  • Teori Harapan: Teori ini menyatakan bahwa manusia termotivasi oleh harapan mereka untuk mencapai tujuan. Lingkungan akademis yang positif harus membantu siswa menetapkan tujuan yang realistis dan achievable, dan memberikan mereka dukungan yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
  • Teori Nilai: Teori ini menyatakan bahwa manusia termotivasi oleh nilai-nilai mereka, yaitu keyakinan mereka tentang apa yang penting dan benar. Lingkungan akademis yang positif harus membantu siswa mengembangkan nilai-nilai positif yang terkait dengan pembelajaran, seperti rasa ingin tahu, ketekunan, dan rasa ingin tahu.
Teori Belajar Sosial:

Teori belajar sosial menyatakan bahwa manusia belajar melalui observasi dan interaksi dengan orang lain. Lingkungan akademis yang positif harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dari guru, teman sekelas, dan orang dewasa lainnya. Guru harus menjadi teladan yang baik bagi siswa dan menciptakan budaya belajar yang kolaboratif dan suportif.

Teori Kecerdasan Emosional:

Teori kecerdasan emosional menyatakan bahwa kemampuan untuk mengelola emosi diri sendiri dan orang lain merupakan faktor penting dalam kesuksesan akademik dan sosial. Lingkungan akademis yang positif harus membantu siswa mengembangkan kecerdasan emosional mereka, seperti kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami emosi mereka, mengelola stres, dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain.

Teori Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa:

Teori pembelajaran yang berpusat pada siswa menyatakan bahwa siswa harus terlibat aktif dalam proses belajar mereka sendiri. Lingkungan akademis yang positif harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan gaya belajar mereka dan minat mereka. Guru harus bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing, dan membantu siswa untuk mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka sendiri.

Teori Pembangunan Karakter:

Teori pembangunan karakter menyatakan bahwa karakter merupakan faktor penting dalam kesuksesan akademik dan sosial. Lingkungan akademis yang positif harus membantu siswa mengembangkan karakter yang positif, seperti kejujuran, rasa hormat, dan tanggung jawab. Guru harus menjadi teladan yang baik bagi siswa dan menanamkan nilai-nilai karakter yang penting dalam semua aspek kehidupan sekolah. 
Sumber : Materi Pelatihan Asesor BAN PDM Jawa Barat
Bersambung ke Iklim Lingkungan Belajar 2




Tidak ada komentar:

Posting Komentar